"Dunia berjalan ke belakang, dan akhirat berjalan kedepan. Keduanya memiliki pengikut. Jadilah pengikut akhirat dan jangan menjadi pengikut dunia. Sebab, hari ini adalah amal dan bukan hisab, sedangkan besok adalah hisab dan tidak ada amal --ALi Bin Abi Thalib--
Kamis, 17 Desember 2009
MENYAMBUT TAHUN BARU ISLAM 1 MUHARRAM
“ Segala puji bagi Allah pemilik keagungan dan kemuliaan yang telah menjadikan bulan Muharram sebagai pembukaan bulan untuk setiap tahun, rahmat dan keselamatan semoga tetap atas junjungan kita Nabi Muhammad yang menyeru dengan sabda dan perbuatannya kepada rumah keselamatan, dan atas para keluarga serta para sahabatnya bagaikan bintang-bintang dalam kegelapan “
Pergantian waktu detik demi detik, hari, bulan dan tahun , tanpa kita rasakan , kita telah meninggalkan tahun-tahun yang lalu, dan kini mengantarkan kita semua memasuki tanggal 1 Muharam 1431 h, dan kita tinggalkan tahun 1430 hijriyah. Atau yang disebut abad 15 kebangkitan umat Islam. Rasanya belum banyak yang kita nikmati dalam tahun yang lalu, dan kini kita sudah harus meninggalkannya.
Banyak diantara kita telah tiada, telah pergi mendahului kita, telah pulang ke rahmatullah. Satu demi satu orang yang kita cintai telah kembali kepada-Nya. Ada yang meninggal setengah tua, setengah baya, dan masih ada yang muda belia. Semuanya agar menjadi pelajaran bagi kita, karena kematian itu tetap akan menjumpai kita, kendatipun kita berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.
Sesuai firman Allah “ Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di benteng yang tinggi lagi kokoh (QS.4 An Nisa:78). “
Oleh karena itu kita renungkan dan kita hayati bersama hal-hal yang penting dalam menyambut tahun baru Islam atau Tahun Baru Hidjriyah sehingga kita dapat mengambil pelajaran dalam mengangkat mutiara-mutiara yang terpendam di dalamnya. Jangan sampai menyambut tahun baru ini dengan cara pandang , hura-hura, berpoya-poya dan berpesta pora semalam suntuk tanpa arti, tetapi sambutlah tahun baru ini dengan cara :
Pertama : “ BERMUHASABAH ATAU INTRUPEKSI “, Yaitu hendaknya kita mau mawas diri, meneliti dan mengoreksi atau memperhitungkan diri kita masing-masing. Kita buat rencana secara jujur, kita ingat dan kita renungkan kembali, apakah usia yang telah kita habiskan ini untuk melakukan kebaikan yang bermanfaat atau untuk berbuat kejahatan yang merugikan?, Berapakan besarnya amal bakti kita keada Allah, agama, masyarakat, bangsa dan Negara ?. ‘ HAASIBUU ANFUSAKUM QABLA AN TUHAASABUU (Hitunglah (nilailah) dirimu sendiri sebelum kamu diperhitungkan oleh Allah SWT).”
Oleh karena itu marilah kita pergunakan barometer kehidupan kita, untuk mengukur keadaan dan prestasi kita masing-masing, baik sebagai manusia pribadi, manusia sosial dan kesatuan umat dan bangsa. Lebih-lebih di era pembangunan semua bidang seperti sekarang ini. Barometer alat pengukur kehidupan diri sekitar ini diantaranya :
“ MAN KAAN YAUMUHU KHAIRAN MIN AMSIHI FAHUWA RAABIHUN, WAMAN KAANA YAUMUHU MOTSLA AMSIHI FAHUWA MAGHBUUNUN, WAMAN KAANAYAUMUH SYARRAN MIN AMSIHI FAHUWA MAL’UUNUN ‘
(Siapa yang keadaan hari ini lebih baik daripada hari kemarin, dialah orang yang beruntung; siapa yang harinya sekarang masih sama dengan hari kemarin maka dialah orang yang tertipu, dan siapa yang hari sekarang kebih jelek daripada hari kemarin maka dialah orang yang terkutuk “ HR. Al Hakim.
Dan sikap bermuhasabah atau intropeksi terhadap diri kita masing-masing, dengan menperhatikan amal-amal perbuatan yang telah atau sedang dan akan kita perbuat dalam menyambut datangnya tahun baru yang dikuatkan dalan firman Allah Ta’ala= ‘YAA AYYUHAL LADZIINA AAMANUT TAQULLAAHA WAL-TANDHUR NAFSUM MAA QADDAMAT LIGHAD “ ( hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) QS.59 Al Hasyr:18).
Ayat-ayat tersebut mengingatkan kepada kita, bahwa kita semua semakin tua semakin dekat dengan akhir kehidupan kita masing-masing. Dan kita semua akan mati, akan kembali kepada-Nya. Saat itu, cepat atau lambat pasti ajal datang. Maka sebaiknyalah apabila sejalan dengan semakin mendekatnya kita ke saat itu, maka kita mantapkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT, kita perbanyak amal kebaikan dan pengabdian kita dalam sisa hidup ini serta kita bersihkan segala tingkah laku perbuatan kita. “ Hari esok “ disini tidak lain melainkan hari kita kembali kepada-Nya, hari kita berada di alam barzakh dan seterusnya hari kita hidup kembali di akhirat nanti.
Kedua :” MEMBUDAYAKAN PERAYAAN TAHUN BARU ILSAM “ Kita memasuki tahun ke 1431 H, harus kita akui, bahwa kaum muslimin belum memanfaatkan pantulan nilai-nilai yang terhkandung dalam peristiwa hijrah itu sebagaimana wajarnya. Dari contoh yang kecil-kecil saja dapat dikemukakan bahwa peringatan 1 Muharram tiap-tiap tahun baru Islam, belum membudaya dalam masyarakat muslimin, belum menyeleuruh sampai ke desa-desa seperti keadaannya ketika peringatan-peringatan Maulid Nabi, Isra’Mi’raj Nabi dll.
Ketiga : “MEMAHAMI NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM TAHUN BARU ISLAM “
Sebagai kaum muslimin dalam memperingati tahun baru Islam ini kita harus dapat memhami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya seperti :
1. Berkenaan dengan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammmad saw, beserta para sahabatknya dari Makkah ke Madinah, ketika kota Makkah pada waktu itu tidak memungkinkan beliau dan para sahabatnya untuk mengamalkan ajaran Islam. Kita ingat, bahwa. IIbu Kota Republik Indonesia dulu juga pernah hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta. Di Madinah lalu Nabi meletakkan dasar pembangunan masyarkat:mendirikan masjid, mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar mengadakan perjanjian perdamaian dengan orang yang lain agama, dan meletakkan dasar-dasar peraturan masyarakat.
2. Penetapan penanggalan yang dipakai umat Islam, yang direalisir pada zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththtab. Pada waktu itu beliau menerima sepucuk surat dari Abu Musa Al Asyari gubernur di Bashrah (Irak), yang menyatakan antara lain : “ Membahas surat Khalifah yang tidak memakai tangal……. “ Kalimat itu rupanya dirasakan oleh Khalifah Umar bin Khaththab merupakan suatu sindiran, tetapi sekaligus menjadi dorongan baginya untuk menetapkan suatu penanggalan yang seragam, yang kemudian dalam perkembangan sejarah diabadikan menjadi permulaan Tahun baru Islam,yang dihitung sejak Nabi hijrah.
3. Dapat dianalisa dan dipahamkan, mengapa peristiwa hijrah itu dijadikan permulaan Tahun Baru Islam, sebab peristiwa tersebut mengandung nilai-nilai pendidikan yang amat mengesankan dalam memberikan arah dan pedoman terhadap kesinambungan perjuangan umat Muhammad dari abad kea bad :
Pertama : prolog (permulaan) hijrah itu dari pelaksanaannya mengandung semangat perjuangan , daya tahan,nafas panjang kesabaran, keuletan dan sifat-sifat kepahlawanan dalam waktu yang relatif singkat, hanya dalam waktu tempo 10 tahun, sudah berani mengibarkan panji-panji kemenangan Islam;
Kedua : peristiwa hijrah itu merupakan tonggak-tonggak dalam pengembangan Islam yang harus diabadikan . sebagaimana ditegaskan oleh Khalifah Umar bin Khaththab ra : “ ALHJRATU FARRAQAT BAINAL HAQQI WAL BAATHIL FAARRIKHUU BIHAA “ ( Hijrah itu memisahkan antara hak dengan bathil. Oleh karena itu abadikanlah dalam rangkaian sejarah (buat menjadi penanggalan)”.
Ketiga : dalam peristiwa hijrah itu terendam mutiara yang berkilau-kilau yang memantulkan cahaya pengharapan menghadapi hari depan.
Singkatnya , bahwa dalam memperingati tahun baru Islam atau merayakan tahun baru Hijrah hendaknya :
1. Dapat menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran umat Islam akan arti dan kedudukan Tahun Baru Hijriyah itu.
2. Dapat meningkatkan kesadaran kaum muslimin terhadap hari-hari yang bersejarah dalam Islam.
3. Dapat meresapkan pengertian umat Islam akan latar belakang peristiwa Hijrah Islam.
4. Dapat meningkatkan amal kebaikan dan ketaatan serta meningkatkan segala prestasi kita untuk masa mendatang
5. Lebih mengetahui sejarah perkembangan Islam, sampai masa kejayaannya, dan masa surut serta masa kebangkitannnya kembali, pada abad ke 15 Hijriyah ini.
Selamat jalan 1430 h, kita sambut tahun 1431 h, ini dengan penuh rasa optimis yang datang dari kesadaran kita. Marilah kita sambut menyingsingnya fajar tahun 1431 h, sebagai titik tolak untuk bekerja lebih keras dan berprestasi lebih baik serta sungguh-sungguh untuk menuju kepada yang lebih baik, lebih sempurna, lebih mendekatkan kita kepada keberuntungan, keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
AL-'Afwu Minkum... !!!
Rabu, 16 Desember 2009
Selasa, 15 Desember 2009
Muhasabah
Maha Suci Engkau Ya Allah…
Allah Azza Wa Jalla
Yang senantiasa memberikan naungan kasih-Mu suci
Yang senantiasa mengasihi kita
Tetapi aku terkadang tidak bersyukur
Akan nikmat yang berlimpah
Yang telah engkau berikan kepadaku
Aku lalai
Aku tidak melihat keadaanku yang jauh lebih baik dari mereka
Anggota tubuhku semuanya lengkap
Sedangkan mereka…ehm….
Tetapi mereka tetap kuat menerjang semua rintangan
Aku selalu ingin lebih
Lebih dan terus ingin berlebih…
Aku tidak pernah berpikir jernih
Aku terus menginginkan Dunia
Lagi-lagi dunia
Dunia yang terkadang membuat jalanku sirna
Ya Allah
Tancapkan ke dalam hatiku jiwa yang tulus ikhlas menuju jalan-Mu
Karena dunia bukan segalanya untukku
Jauhkanlah akan kecintaan dunia yang berlebih
Gantikan kecintaan duniaku dengan kecintaan atas naungan kasih sayang-Mu
Ya Rabb
Sungguh..engkau masih memberikan umur yang lebih….
Ya..Umur yang lebih tuk bertaubat….
Umur yang panjang untuk selalu beribadah..
Umur yang panjang untuk selalu mengagunggkan Asma-Mu…
Umur yang panjang untuk selalu memaknai firman-firman-Mu…..
Umur yang panjang untuk selalu bersyukur…..
Umur yang panjang untuk meraih kesuksesan yang hakiki…
Entah apa jadinya….
Jikalau malaikat maut-Mu menghampiri
Aku dalam keadaan hina
Aku berlumuran dosa…
Aku belum sempat bertaubat
Aku belum sempat meminta maaf kepada orang yang telah aku zhalimi
Aku belum sempat menegakkan sholatku sebenar-benarnya…
Sekarang..Aku bersyukur ya Rabb…
Engkau amat sayang kepada ku…
Engkau memberikan kesempatan yang luas…
Untuk menggapai cinta-Mu yang suci……
Minggu, 09 Agustus 2009
Indahnya Kasih Sayang
Mahasuci ALLAH, Zat yang Maha Mengaruniakan kasih sayang kepada makhluk-makhluk Nya. Tidaklah kasih sayang melekat pada diri seseorang, kecuali akan memperindah orang tersebut, dan tidaklah kasih sayang terlepas dari diri seseorang, kecuali akan memperburuk dan menghinakan orang tersebut.
Betapa tidak? Jikalau kemampuan kita menyayangi orang lain tercerabut, maka itulah biang dari segala bencana, karena kasih sayang ALLAH Azza wa Jalla ternyata hanya akan diberikan kepada orang-orang yang masih hidup kasih sayang di kalbunya.
Karenanya, tidak bisa tidak, kita harus berjuang dengan sekuat tenaga agar hati nurani kita hidup. Tidak berlebihan jikalau kita mengasahnya dengan merasakan keterharuan dari kisah-kisah orang yang rela meluangkan waktu untuk memperhaikan orang lain. Kita dengar bagaimana ada orang yang rela bersusah-payah membacakan buku, koran, atau juga surat kepada orang-orang tuna netra, sehingga mereka bisa belajar, bisa dapat informasi, dan bisa mendapatkan ilmu yang lebih luas.
Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, “ALLAH SWT mempunyai seratus rahmat (kasih sayang), dan menurunkan satu rahmat (dari seratus rahmat) kepada jin, manusia, binatang, dan hewan melata. Dengan rahmat itu mereka saling berbelas-kasih dan berkasih sayang, dan dengannya pula binatang-binatang buas menyayangi anak-anaknya. Dan (ALLAH SWT) menangguhkan 99 bagian rahmat itu sebagai kasih sayang-Nya pada hari kiamat nanti.” (H.R. Muslim).
Dari hadis ini nampaklah, bahwa walau hanya satu rahmat-Nya yang diturunkan ke bumi, namun dampaknya bagi seluruh makhluk sungguh luar biasa dahsyatnya. Karenanya, sudah sepantasnya jikalau kita merindukan kasih sayang, perhatian, dan perlindungan ALLOH SWT, tanyakanlah kembali pada diri ini, sampai sejauhmana kita menghidupkan kalbu untuk saling berkasih sayang bersama makhluk lain?
Kasih sayang dapat diibaratkan sebuah mata air yang selalu bergejolak keinginannya untuk melepaskan beribu-ribu kubik air bening yang membuncah dari dalamnya tanpa pernah habis. Kepada air yang telah mengalir untuk selanjutnya menderas mengikuti alur sungai menuju lautan luas, mata air sama sekali tidak pernah mengharapkan ia kembali.
Sama pula seperti pancaran sinar cerah matahari di pagi hari, dari dulu sampai sekarang ia terus-menerus memancarkan sinarnya tanpa henti, dan sama pula, matahari tidak mengharap sedikit pun sang cahaya yang telah terpancar kembali pada dirinya. Seharusnya seperti itulah sumber kasih sayang di kalbu kita, ia benar-benar melimpah terus tidak pernah ada habisnya.
Tidak ada salahnya agar muncul kepekaan kita menyayangi orang lain, kita mengawalinya dengan menyayangi diri kita dulu. Mulailah dengan menghadapkan tubuh ini ke cermin seraya bertanya-tanya: Apakah wajah indah ini akan bercahaya di akhirat nanti, atau justru sebaliknya, wajah ini akan gosong terbakar nyala api jahannam?
Tataplah hitamnya mata kita, apakah mata ini, mata yang bisa menatap ALLAH, menatap Rasulullah SAW, menatap para kekasih ALLAH di surga kelak, atau malah akan terburai karena kemaksiyatan yang pernah dilakukannya?
Rabalah bibir manis kita, apakah ia akan bisa tersenyum gembira di surga sana atau malah bibir yang lidahnya akan menjulur tercabik-cabik?!
Perhatikan tubuh tegap kita, apakah ia akan berpendar penuh cahaya di surga sana, sehingga layak berdampingan dengan si pemiliki tubuh mulia, Rasulullah SAW, atau tubuh ini malah akan membara, menjadi bahan bakar bersama hangusnya batu-batu di kerak neraka jahannam?
Ketika memandang kaki, tanyakanlah apakah ia senantiasa melangkah di jalan ALLAH sehingga berhak menginjakkannya di surga kelak, atau malah akan dicabik-cabik pisau berduri.
Memandang mulusnya kulit kita, renungkanlah apakah kulit ini akan menjadi indah bercahaya ataukah akan hitam legam karena gosong dijilat lidah api jahannam?
Mudah-mudahan dengan bercermin sambil menafakuri diri, kita akan lebih mempunyai kekuatan untuk menjaga diri kita.
Jangan pula meremehkan makhluk ciptaan ALLAH, sebab tidaklah ALLAH menciptakan makhluk-Nya dengan sia-sia. Semua yang ALLAH ciptakan syarat dengan ilmu, hikmah, dan ladang amal. Semua yang bergerak, yang terlihat, yang terdengar, dan apa saja karunia dari ALLAH adalah jalan bagi kita untuk bertafakur jikalau hati ini bisa merabanya dengan penuh kasih sayang.
Dikisahkan di hari akhir datang seorang hamba ahli ibadah kepada ALLAH, tetapi ALLAH malah mencapnya sebagai ahli neraka, mengapa? Ternyata karena suatu ketika si ahli ibadah ini pernah mengurung seekor kucing sehingga ia tidak bisa mencari makan dan tidak pula diberi makan oleh si ahli ibadah ini. Akhirnya mati kelaparanlah si kucing ini. Ternyata walau ia seorang ahli ibadah, laknat ALLAH tetap menimpa si ahli ibadah ini, dan ALLAH menetapkannya sebagai seorang ahli neraka, tiada lain karena tidak hidup kasih sayang di kalbunya.
Tetapi ada kisah sebaliknya, suatu waktu seorang wanita berlumur dosa sedang beristirahat di pinggir sebuah oase yang berair dalam di sebuah lembah padang pasir. Tiba-tiba datanglah seekor anjing yang menjulur-julurkan lidahnya seakan sedang merasakan kehausan yang luar biasa. Walau tidak mungkin terjangkau kerena dalamnya air di oase itu, anjing itu tetap berusaha menjangkaunya, tapi tidak dapat. Melihat kejadian ini, tergeraklah si wanita untuk menolongnya. Dibukalah slopnya untuk dipakai menceduk air, setelah air didapat, diberikannya pada anjing yang kehausan tersebut. Subhanallah, dengan ijin ALLAH, terampunilah dosa wanita ini.
Demikianlah, jikalau hati kita mampu meraba derita makhluk lain, insya ALLAH keinginan untuk berbuat baik akan muncul dengan sendirinya.
Kisah lain, ketika suatu waktu ada seseorang terkena penyakit tumor yang sudah menahun. Karena tidak punya biaya untuk berobat, maka berkunjunglah ia kepada orang-orang yang dianggapnya mampu memberi pinjaman biaya.
Bagi orang yang tidak hidup kasih sayang di kalbunya, ketika datang orang yang akan meminjam uang ini, justru yang terlintas dalam pikirannya seolah-olah harta yang dimilikinya akan diambil oleh dia, bukannya memberi, malah dia ketakutan akan hartanya karena disangkanya akan habis atau bahkan jatuh miskin.
Tetapi bagi seorang hamba yang tumbuh kasih sayang di kalbunya, ketika datang yang akan meminjam uang, justru yang muncul rasa iba terhadap penderitaan orang lain. Bahkan jauh di lubuk hatinya yang paling dalam akan membayangkan bagaimana jikalau yang menderita itu dirinya. Terlebih lagi dia sangat menyadari ada hak orang lain yang dititipkan ALLAH dalam hartanya. Karenanya dia begitu ringan memberikan sesuatu kepada orang yang memang membutuhkan bantuannya.
Ingatlah, hidupnya hati hanya dapat dibuktikan dengan apa yang bisa kita lakukan untuk orang lain dengan ikhlas. Apa artinya hidup kalau tidak punya manfaat? Padahal hidup di dunia ini cuma sekali dan itupun hanya mampir sebentar saja. Tidak ada salahnya kita berpikir terus dan bekerja keras untuk menghidupkan kasih sayang di hati ini. Insya ALLAH bagi yang telah tumbuh kasih sayang di kalbunya, ALLAH Azza wa Jalla, Zat yang Maha Melimpah Kasih Sayang-Nya akan mengaruniakan ringannya mencari nafkah dan ringan pula dalam menafkahkannya di jalan ALLAH, ringan dalam mencari ilmu dan ringan pula dalam mengajarkannya kepada orang lain, ringan dalam melatih kemampuan bela diri dan ringan pula dalam membela orang lain yang teraniaya, Subhanallah.
Cara lain yang dianjurkan Rasulullah SAW untuk menghidupkan hati nurani agar senantiasa diliputi nur kasih sayang adalah dengan melakukan banyak silaturahmi kepada orang-orang yang dilanda kesulitan, datang ke daerah terpencil, tengok saudara-saudara kita di rumah sakit, atau pula dengan selalu mengingat umat Islam yang sedang teraniaya, seperti di Bosnia, Checnya, Ambon, Halmahera, atau di tempat-tempat lainnya.
Belajarlah terus untuk melihat orang yang kondisinya jauh di bawah kita, insya ALLAH hati kita akan melembut karena senantiasa tercahayai pancaran sinar kasih sayang. Dan hati-hatilah bagi orang yang bergaulnya hanya dengan orang-orang kaya, orang-orang terkenal, para artis, atau orang-orang elit lainnya, karena yang akan muncul justru rasa minder dan perasaan kurang dan kurang akan dunia ini, Masya ALLAH.
Selasa, 21 April 2009
Sadar dengan Sebuah Kehilangan
Maha Besar Allah Yang menghidupkan bumi setelah matinya. Air tercurah dari langit membasahi tanah-tanah yang sebelumnya gersang. Aneka benih kehidupan pun tumbuh dan berkembang. Sayangnya, justru manusia mematikan sesuatu yang sebelumnya hidup.
Trend hidup saat ini memaksa siapapun untuk menatap dunia menjadi begitu mengasyikkan. Serba mudah dan mewah. Sebuah keadaan dimana nilai kucuran keringat tergusur dengan kelincahan jari memencet tombol. Dengan bahasa lain, dunia menjadi begitu menerlenakan.
Tidak heran jika gaya hidup perkotaan menggiring orang menjadi manja. Senang bersantai dan malas kerja keras. Di suasana serba mudah itulah, waktu menjadi begitu murah. Detik, menit, jam, hingga hari, bisa berlalu begitu saja dalam gumulan gaya hidup santai.
Sebagai perumpamaan, jika seseorang menyediakan kita uang sebesar 86.400 rupiah setiap hari. Dan jika tidak habis, uang itu mesti dikembalikan; pasti kita akan memanfaatkan uang itu buat sesuatu yang bernilai investasi. Karena boleh jadi, kita tak punya apa-apa ketika aliran jatah itu berhenti. Dan sangat bodoh jika dihambur-hamburkan tanpa memenuhi kebutuhan yang bermanfaat.
Begitulah waktu. Tiap hari Allah menyediakan kita tidak kurang dari 86.400 detik. Jika hari berganti, berlalu pula waktu kemarin tanpa bisa mengambil waktu yang tersisa. Dan di hari yang baru, kembali Allah sediakan jumlah waktu yang sama. Begitu seterusnya. Hingga, tak ada lagi jatah waktu yang diberikan.
Sayangnya, tidak sedikit yang gemar membelanjakan waktu cuma buat yang remeh-temeh. Dan penyesalan pun muncul ketika jatah waktu dicabut. Tanpa pemberitahuan, tanpa teguran.
Al-waqtu Kasaef!!!